Bagaimana seharusnya mencintai Husein radhiyallahuanhu


Bagaimana seharusnya Mencintai Husein radhiyallahuanhu1

Tidak diragukan lagi, bahwa terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu merupakan salah satu musibah terbesar bagi kaum muslimin. Tidak ada lagi di muka bumi ini putera dari puteri Nabi yang tersisa. Dia terbunuh secara zalim. Terbunuhnya Husein merupakan musibah bagi kaum muslimin, namun kematian syahid, kemuliaan serta tingginya derajat dimana beliau lebih memilih Allah bagi kehidupannya di akhirat dan surga yang penuh kenikmatan daripada dunia yang kotor ini.

Namun terbunuhnya Husein tidaklah lebih agung daripada terbunuhnya para Nabi.

Nabi Yahya bin Zakaria, terbunuh dengan kepala terpenggal yang dipersembahkan pembunuhnya sebagai mahar untuk wanita pelacur. Demikian pula nabi Zakaria, terbunuh. Demikian pula para sahabat Nabi, Umar bin al-Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhum.

Mereka semuanya, lebih utama atau lebih afdhal daripada al-Husein radhiyallahuanhum.

Oleh karena itu tidak dibenarkan bagi seseorang saat teringat peristiwa terbunuhnya al-Husein melakukan hal-hal yang tidak ada tuntunannya dalam syariat Islam, seperti yang dilakukan kelompok Syiah ar-Rafidhah. Mereka memukul-mukul dada mereka baik dengan tangan, maupun dengan benda-benda tajam semisal besi dan pedang atau semisal ini.

Nabi bersabda :

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

“Bukanlah termasuk dari kami2, mereka yang memukul-mukul pipi dan merobek-robek al-Juyub3 serta yang menyeru dengan seruan jahiliyah.4” (HR Shahih Bukhari 1232)

Nabi juga bersabda :

أَناَ بَرِيءٌ مِنْ الصَّالِقَةِ وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ

Aku berlepas diri dari wanita yang berteriak-teriak saat tertimpa musibah5, wanita yang memotong rambut saat tertimpa musibah, wanita yang merobek-robek baju saat tertimpa musibah. (HR Bukhari)

Maka wajib bagi seorang muslim saat tertimpa musibah menjauhi hal-hal yang dilarang di atas dan hendaknya mengatakan sebuah ucapan saat tertimpa musibah sebagaimana firman-Nya :

إِنَّ لِلَّهِ وَإِناَّ إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya kami kembali.”6

Nasab Husein7

al-Husein bin Ali bin Abi Thalib al-Hasyimi al-Qurasyi, putera dari Fatimah binti Rasulullah, cucu laki Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, nama kunyah (julukan) beliau adalah Abu Abdillah.

Beliau dilahirkan tahun 4 H8, di kota Madinah, dan terbunuh di kota Karbala, Irak pada hari asy-Syuura (10 Muharram) tahun 61 H.

Kedudukan Mulia

Nabi bersabda :

الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ

al-Hasan dan al-Husein adalah tokoh pemuda9 ahli surga10

Suatu malam Usamah bin Zaid radhiyallahuanhu berkunjung ke rumah Nabi untuk suatu keperluan, lalu dia mengetuk pintu rumah Nabi shallallahu alaihi wasallam, kemudian Nabi keluar dan nampak ada sesuatu yang berada di sekitar tubuh beliau, setelah selesai menunaikan keperluannya Usamah bertanya apa yang berada di sekitar tubuh beliau, lalu Nabi menyingkapkannya ternyata ada Hasan dan Husein di paha beliau, kemudian beliau bersabda :

هَذَانِ ابْنَايَ وَابْنَا ابْنَتِيَ اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُمَا فَأَحِبَّهُمَا وَأَحِبَّ مَنْ يُحِبُّهُمَا

Ini adalah dua anakku11, dan dua anak putriku12, Ya Allah aku mencintai keduanya, maka cintailah keduanya dan cintailah orang yang mencintai keduanya.13

Seorang penduduk Iraq bertanya kepada Ibnu Umar tentang darah nyamuk yang menimpa pakaian, lalu Ibnu Umar berkata : “Lihatlah orang ini, dia bertanya tentang darah nyamuk, padahal mereka (penduduk kufah Irak) telah membunuh anak Rasulullah, dan aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ هُمَا رَيْحَانَتَايَ مِنْ الدُّنْيَا

Sesungguhnya Hasann dan Husein adalah mewangianku dari dunia.14

حُسَيْنٌ مِنِّي وَأَنَا مِنْ حُسَيْنٍ أَحَبَّ اللَّهُ مَنْ أَحَبَّ حُسَيْنًا حُسَيْنٌ سِبْطٌ مِنْ الْأَسْبَاطِ

Husein bagian diriku, dan Aku bagian dari Husein, Allah mencintai orang yang mencintai Husein, Husein adalah 15Sibtun minal as-baat16

Yazid bin Muawiyah menjadi khalifah

Untuk mengetahui kejadian terbunuhnya Husein bin Ali radhiyallahuanhu kita harus melihat sejarah sebelumnya saat Yazin bin Abu Sufyan di baiat menggatikan ayahnya Utsman bin Affan radhiyallahunahu.

Berikuti ini kisahnya :

Pada tahun 65 H, Muawiyah memerintahkan masyarakat untuk berbaiat kepada putranya, Yazid sebagai penggantinya.

Baiat Yazid bin Muawiyah dalam pandangan Ahli sunnah

Ahlussunnah berpendapat bahwa baiat terhadap Yazid sah, namun mereka mencela baiat ini karena dua hal :

  1. Ini adalah bid’ah baru, karena menjadikan kekhalifahan kepada anak, seolah-olah kekuasaan itu adalah warisan. Dimana sebelumnya proses pergantian khalifah adalah dengan musyawarah dan penunjukan secara nash kepada selain kerabat.

  2. Ada yang lebih utama menjadi khalifah selain “Yazid” seperti Ibnu Umar, Ibnu Zubair, Ibnu Abbas, al-Husein dan banyak lagi selain mereka dari kalangan sahabat Nabi.

Adapun dalam pandangan Syi’ah, mereka berpendapat bahwa kepemimpinan dan khalifah adalah hak Ali dan anak-anaknya saja hingga hari kiamat. Mereka tidak mencela baiat “Yazid” saja, bahkan mereka mencela setiap baiat kepemimpinan yang tidak ditujukan pada Ali dan putera-puteranya.

Berdasarkan dasar dan keyakinan itulah mereka baiat terhadap Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin al-Khattab, Utsman bin Affan dan Muawiyah radhiyallahuanhum.

Apakah Yazid pantas duduk sebagai khalifah atau tidak?

Ibnu Katsir menyebutkan kisah Abdullah bin Muthi’ dan para sahabatnya, saat mereka menemui Muhammad bin al-Hanafiah17, mereka ingin agar dia melepaskan baiatnya kepada Yazid. Namun dia menolak permintaan mereka. Lalu Abdullah bin Muthi’ berkata : “Sesungguhnya Yazid minum khamer dan meninggalkan shalat wajib!”

Muhammad menjawab : “Aku tidak melihatnya seperti apa yang kalian katakan, aku pernah menemaninya dan melihatnya, dia tetap melaksanakan shalat wajib, mengerjakan kebaikan, bertanya tentang fikih, menjaga sunnah Nabi.”

Mereka berkata : “Itu hanya perbuatan yang dibikin-bikin olehnya!”

Muhammad bin al-Hanafiah berkata : “Apakah yang ditakutkan atau diharapkan Yazid dariku? Apakah dia menunjukkan kepada kalian minum khamer seperti yang kalian katakan? Jika dia memperlihatkan kepada kalian berarti kalian ikut serta dalam kemungkaran, dan jika dia tidak memperlihatkannya berarti kalian bersaksi atas hal yang kalian tidak mengetahuinya!”

Mereka menjawab : “Sesungguhnya hal ini adalah kabar yang benar pada kami, sekalipun kami tidak melihatnya!”

Muhammad menjawab : “Allah tidak menerima orang-orang yang bersaksi melakukan ini.” lalu dia membaca firman-Nya :

إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Kecuali orang yang bersaksi dengan hak, dan mereka mengetahuinya.” (QS az-Zukhruf : 86)

Maka kefasikan yang dinisbatkan kepada Yazid seperti dia seorang peminum khamer atau lainnya tidak ada satupun riwayat shahih yang menyebutkan hal ini, maka kita tidak mempercayai berita atau kisah seperti itu. Dan hal yang patut dan selamat, kita mengatakan bahwa hal itu ilmunya antara pribadi Yazid dengan Allah ta’ala.

Penolakan al-Husein untuk berbaiat kepada Yazid

Yazid di baiat tahun 60 H saat berumur 34 tahun. Al-Husein bin Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin az-Zubeir yang saat itu tinggal di Madinah tidak membaiatnya. Saat keduanya diminta berbaiat, Abdullah menjawab : “Tunggulah, saya akan memikirkannya malam ini dan akan aku beritahukan (esoknya) pendapatku.”

Mereka yang diutus menjawab : “Ya, (kami tunggu).”

Namun di malam harinya Abdullah bin az-Zubeir meninggalkan Madinah menuju kota Mekkah dan tidak berbaiat kepada Yazid.

Adapun saat dikatakan padanya berbaiatlah ! al-Husein menjawab : “Aku tidak berbaiat secara sembunyi akan tetapi terang-terangan dihadapan manusia!”

Namun saat malamnya al-Husein pergi menuju Mekkah di belakang Abdullah bin az-Zubair tanpa berbaiat.

Penduduk Irak mengirim surat dukungan untuk al-Husein

Sampai kabar pada penduduk Irak bahwa al-Husein tidak membaiat Yazid bin Muawiyah. Mereka tidak menginginkan Yazid menjadik khalifah, bahkan mereka tidak ingin Muawiyah menjadi khalifah.

Mereka hanya menginginkan Ali bin Abi Thalib dan keturunannya radhiyallahuanhum menjadi khalifah. Maka mereka mengirim surat dukungan kepada al-Husein, yang isinya : “Kami membaiatmu dan tidak ingin seorang menjadi khalifah kecuali engkau, kami tidak berbaiat kepada Yazid namun berbaiat kepada kamu.”

Semakin banyak surat dukungan dari penduduk Irak tersebut hingga mencapai 500 surat, semuanya dari penduduk kota Kufah, Irak.

Ubeidillah bin Ziyad

Yazid mengangkat Ubeidillah bin Ziyad sebagai gubernur menggantikan an-Nu’man bin Basyir yang dinilai tidak mengetahui kejadian yang terjadi pada penduduk Kufah. Bahwa mereka diam-diam membaiat al-Husein.

Datanglah dia di malam hari mengenakan penutup muka (bercadar). Saat memasuki kota Kufah Ubeidillah disambut penduduknya yang mengira dia adalah al-Husein yang dinantikan kedatangannya di Kufah. “Assalamualaika wahai putera dari puteri Rasulullah!” demikian sambutan mereka.

Maka tahulah Ubeidillah bahwa keadaan telah serius, yaitu penduduk Kufah menantikan kedatangan al-Husein bin Ali. Lalu dia memasuki istana dan mengutus seorang yang bernama Ma’qil untuk memata-matai keadaan dan mencari siapa tokoh pengatur ini semua.

Dia menemui penduduk Kufah dan menyamar sebagai seorang yang berasal dari negeri Qimsa, yang membawa 3000 Dinar untuk membantu perjuangan al-Husein. Akhirnya dia ditunjukkan pada sebuah rumah milik Hani bin Urwah, lalu dia masuk dan mendapati Muslim bin Aqil, kemudian dia berbaiat padanya dan memberikan 3000 Dinar.

Setelah mengetahui, dia kembali menemui Ubeidillah bin Ziyad menceritakan keadaan yang terjadi.

Al-Husein berangkat ke Kufah

Setelah mengetahui bahwa banyak penduduk Kufah yang berbaiat pada al-Husein dan situasi telah memungkinkan untuk tinggalnya al-Husein di Kufah, maka Muslim bin Aqil mengirim berita kepada al-Husein agar berangkat ke kota Kufah. Maka Berangkatlah al-Husein menuju kota tersebut.

Adapun gubernur kufah, Ubeidillah bin Ziyad yang telah mengetahui keadaan segera memerintahkan untuk menghadirkan Hani bin Urwah, pemilik rumah tempat Muslim bin Uqail berada. Lalu dia bertanya : “Dimana Muslim bin Aqil?” Hani menjawab : “Tidak tahu.”

Lalu Ubeidillah menghadirkan Ma’qil (mata-matanya), lalu bertanya kepada Hani : “Apakah engkau mengenalnya?” Hani menjawab : “Ya.” Maka tahulah dia bahwa ternyata Ma’qil di utus memata-matai oleh Ubeidillah. Kemudian Ubeidillah bertanya kembali : “Dimana Muslim bin Aqil berada?” Maka Hani tetap enggan memberitahukan hingga dia dimasukkan dalam penjara.

Penduduk Kufah mengkhianati Muslim bin Aqil

Kabar berita ditawannya Hani dan diketahuinya keadaan, sampai pada Muslim bin Uqail. Lalu dia keluar mengerahkan empat ribu penduduk Kufah untuk mengepung istana Ubeidillah.

Dan saat itu, Ubeidillah bin Ziyad didampingi para tokoh masyarakat. Lalu dia berkata pada mereka : “Buatlah penduduk Kufah supaya meninggalkan Muslim bin Aqil, berilah janji mereka dengan bantuan harta (jika meninggalkan muslim), dan takut-takutilah mereka dari serbuan tentara Yazid bin Muawiyah di Syam!”

Maka para tokoh masyarakat itu mempengaruhi penduduk Kufah, hingga-hingga ada seorang ibu menarik anaknya untuk tidak ikut serta membantu Muslim bin Aqil, seorang mempengaruhi saudaranya, pemimpin kepala suku melarang kaumnya ikut serta membantu Muslim, sampai tidak tersisa lagi kecuali tiga puluh orang dari empat ribu orang!!

Dan saat matahari terbenam, hanya tersisa Muslim bin Aqil sendirian!!!

Semua orang yang sebelumnya mendukungnya pergi darinya. Jadilah dia berjalan sendirian di kota Kufah tidak mengetahui kemana lagi harus pergi.

Sampailah dia pada suatu rumah, dia ketuk pintunya dan ternyata seorang wanita. Lalu Muslim berkata : “Saya ingin minum air!” Wanita itu memandang terheran-heran dan bertanya : “Siapa anda?”

Dia menjawab : “Saya Muslim bin Aqil”.

Lalu dia ceritakan bagaimana pengkhianatan penduduk Kufah, irak. Padahal al-Husein segera tiba di negeri itu.

Kemudian wanita itu mempersilahkan Muslim minum dan makan serta menginap di rumah yang terletak di sampingnya. Namun putera dari wanita itu melaporkan kepada Gubernur Kufah, Ubeidillah bin Ziyad. Maka diutuslah tujuhpuluh orang pasukan untuk mengepung Muslim, hingga akhirnya Muslim menyerah saat mereka menjamin keamanannya.

Dibawalah Muslim ke Istana bertemu Ubeidillah bin Ziyad, lalu Ubeidillah bertanya mengapa dia mengepung istana mengerahkan penduduk Kufah. Muslim menjawab : “ Kami berbaiat kepada Husein bin Ali.” Ubeidillah menimpali : “Bukankah engkau harus berbaiat kepada Yazid? Aku akan membunuhmu!” Muslim berkata : “Berikan kesempatan aku untuk berwasiat!” Ubeidillah menjawab : “Ya, berwasiatlah!”

Lalu Muslim menoleh ke arah lain, dia dapati ada Umar bin Sa’ad bin Abi Waqas. Lalu dia berkata : “Engkau adalah orang yang paling dekat kekerabatannya denganku, kemarilah!” Muslim memberi wasiat pada Umar bin Sa’ad agar dia mengirim seseorang menemui al-Husein untuk memberitahu padanya agar mengurungkan niatnya pergi ke Kufah karena penduduknya telah menipu dan mengkhianatinya.

Sebuah kalimat mashur yang diucapkan Muslim saat itu :

ارْجِعْ بِأَهْلِكَ وَلاَ يَغُرَّنَكَ أَهْلُ الْكُوْفَة فَإِنَّ أَهْلَ الْكُوْفَةَ قَدْ كَذَبُوْكَ وَكَذَبُوْنِي وَلَيْسَ لِكَاذِبٍ رَأْيٌ

Pergilah dengan keluargamu, jangan sampai penduduk Kufah menipumu, sesungguhnya penduduk Kufah telah menipumu dan menipuku, dan tidak ada pendapat bagi seorang pendusta.

Muslim bin Aqil dibunuh di hari Arafah (9 Dzulhijah), adapun al-Husein telah berangkat dari Mekkah menuju Kufah hari tarwih (8 Dzulhijjah) sehari sebelum Muslim dibunuh.

Huseintiba di al-Qadisiyah

Utusan yang dikirim Umar bin Sa’ad atas wasiat Muslim berhasil bertemu dengan al-Husein. Lalu menceritakan apa yang terjadi dan wasiat yang harus disampaikan. Maka al-Husein ingin kembali pulang, namun putera-putera Muslim bin Aqil berkata : “Tidak, demi Allah kita tidak akan pulang hingga membalas kematian ayah kita! al-Husein pun mengikuti pendapat mereka.

Mendengar al-Husein telah berangkat, maka Gubenur Kufah Ubeidillah mengirim pasukan awal yang berjumlah seribu dipimpin oleh al-Hur bin Yazid at-Tamimi. Dan bertemulah pasukan itu di tempat dekat al-Qadisiyah.

Pemimpin pasukan itu (al-Hur bin Yazid) bertanya : “Kemana anda akan pergi wahai putera dari puteri Rasulullah?” al-Husein menjawab : “Ke Irak.” al-Hur menjawab : “Aku memerintahkanmu untuk pulang kembali, dan agar Allah tidak mengujiku dengan dirimu, pergilah ke tempat engkau berangkat, atau pergilah ke Syam tempat Yazid menetap (menjadi khalifah), jangan pergi ke Kufah!”

Namun al-Husein tidak mengindahkan dan tetap bersikeras pergi ke Irak. Lalu al-Hur menghalang-halanginya. Kemudian al-Husein berkata : “Menyingkirlah dariku, celakalah ibumu!”

al-Hur menjawab : “Demi Allah, seandainya yang mengatakan itu adalah selain dirimu maka akan aku balas, akan tetapi apa yang kukatakan sedangkan ibumu adalah pemuka wanita alam ini.”

Terbunuhnya al-Husein

al-Husein tiba di Karbala, lalu dia bertanya : “Daerah mana ini?” mereka menjawab : “Karbala”. Al-Husein berkata : “Karb (kesedihan) dan bala (bencana).”

Pasukan Gubernur Kufah berjumlah empat ribu pasukan yang dipimpin Umar bin Sa’ad bin Abi Waqas tiba bertemu al-Husein. Dia mengajak al-Husein untuk pergi menemui Ubeidillah bin Ziyad, namun al-Husein menolak. Setelah melihat suasana semakin sulit, maka al-Husein berkata kepada Umar bin Sa’ad : “Aku memberikan pilihan padamu dengan tiga perkara, pilihlah sekehendakmu salah satunya!”

Umar bin Sa’ad bertanya : “Apa itu?”

al-Husein menjawab : “Engkau biarkan aku pergi, atau aku pergi ke salah satu medan tempur kaum muslimin, atau aku pergi ke Yazid di Syam berbaiat meletakkan tanganku pada tangannya.”

Datanglah utusan menemui Ubeidillah bin Ziyad menyampaikan usulan al-Husein. Saat pertama kali, Ubeidillah menerima segala putusan al-Husein dan mempersilahkan untuk memilih mana yang dia kehendaki.

Namun, orang dekatnya yang bernama Syamr bin Dzi al-Jausyan berkata padanya : “Tidak, demi Allah dia tidak boleh memilih sekehendaknya, dia harus tunduk pada hukummu!”

Ubeidillah pun terperdaya dengan ucapannya dan berkata : “Ya, dia harus tunduk pada hukumku!” Lalu Ubeidillah mengutus Syamr bin Dzi al-Jausyan dan berkata : “Pergilah hingga Husein mau tunduk pada hukumku, jika Umar bin Sa’ad ridha dengan hal ini (dia tetap menjadi pemimpin) jika tidak maka Engkau menggantinya.”

Ubeidillah telah menyiapkan empat ribu pasukan untuk Umar bin Sa’ad, lalu dia berkata pada Umar : “Putuskanlah masalah al-Husein lalu pergilah ke daerah ar-Ray.” Ubeidillah menjanjikan Umar sebagai penguasa wilayah ar-Ray.

Sampailah kabar ke Husein, bahwa dia harus tunduk pada perintah Ubeidillah bin Ziyad, maka diapun berkata : “Tidak, demi Allah, selamanya Aku tidak mau tunduk pada hukum Ubeidillah.”

Husein mengingatkan pasukan Ubeidillah : “Renungkalah apa yang kalian lakukan, apakah dibenarkan bagi kalian membunuh orang seperti aku ini? Aku adalah putera dari puteri Nabi kalian, tidak ada lagi yang tersisa di muka bumi ini putera dari puteri Nabi seperti diriku ini, dan Rasulullah telah bersabda tentang diriku dan saudaraku (Hasan) :

هَذَانِ سَيِّدَ شَبَابِ أَهْلِ الجَنَّةِ

“Dua orang ini adalah tokoh pemuda penduduk surga” (HR At-Tirmidzi)

Husein terus mengingatkan agar pasukan itu meninggalkan perintah Ubeidillah bin Ziyad dan bergabung dengannya. Maka tigapuluh orang berbalik memihak Husein, diantara mereka adalah pemimpin pasukan Ubeidillah yaitu al-Hur bin Yazid at-Tamimi.

Lalu dikatakan kepada al-Hur : “Engkau berangkat bersama kami sebagai pimpinan, dan sekarang bergabung dengan Husein?”

al-Hur menjawab : “Celaka kalian, demi Allah jiwaku diberi pilihan antara surga dan neraka, demi Allah Aku tidak memilih selain surga sekalipun aku dipotong dan dibakar!”

Setelah itu Husein shalat ashar dan dzuhur, dia shalat menjadi imam dua kubu yang berseberangan tersebut. Husein berkata : “Kalian wahai pasukan Ubeidillah mempunyai pemimpin dan pasukan kami memiliki pemimpin lain!” Pasukan Ubeidillah menjawab : “Tidak, kami tetap akan shalat di belakangmu!”

Merekapun shalat dzuhur dan ashar di belakang Husein. Sesaat menjelang Maghrib, pasukan Ubeidillah merangsek maju dengan kuda-kuda mereka ke arah Husein yang membawa pedangnya. Saat melihat mereka maju, dia berkata : “Ada apa ini?” pengikutnya menjawab : “Mereka merangsek maju!” Husein berkata : “Temuilah mereka, katakan apa yang kalian inginkan?”

Berangkatlah duapuluh penunggang kuda dari pihak Husein, di antara mereka adalah al-Abbas bin Ali bin Abi Thalib, saudara Husein untuk bertanya kepada pasukan tersebut. Maka pasukan yang maju ke arah Husein itu menjawab : “Pilihan untuk kalian ada dua, tunduk pada hukum Ubeidillah bin Ziyad atau diperangi!”

Dijawab : “Kami beritahukan dahulu kepada Husein!” Merekapun kembali menemui Husein dan menceritakan keinginan pasukan Ubeidillah tersebut. Lalu Husein menjawab : “Katakan kepada mereka, berikanlah waktu malam ini, agar aku dapat shalat untuk Rabbku, aku mencintai shalat untuk Rabbku, dan esok hari keputusannya!”

Maka di malam hari itu, Husein shalat dan memohon ampunan Allah, dia dan mereka yang bersamanya berdoa kepada Allah.

Esok hari, di pagi hari terjadi peperangan sengit antara dua kubu, saat Husein menolak menjadi tawanan Ubeidillah bin Ziyad. Perang yang tidak seimbang jumlahnya (puluhan melawan ribuan). Maka tiada yang diinginkan pasukan Husein kecuali mati dihadapan Husein bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhuma.

Satu persatu dari mereka meninggal, hingga tinggallah Husein dan puteranya, Ali bin Husein yang saat itu sedang sakit. Sesudah itu tinggallah Husein sendirian. Seorangpun tidak berani maju untuk membunuh Husein. Keadaan ini berlangsung lama, hingga datanglah Syamr bin Dzi al-Jausyan, berteriak : “Celaka kalian ini, kepunglah Husein bunuhlah!”

Dengan keberaniannya Husein melawan orang-orang yang mengepungnya, namun akhirnya jumlah banyak mengalahkan keberanian.

Setelah terbunuh, kepada Husein dibawa ke Ubeidillah bin Ziyad di Kufah. Lalu di berkelakar dengan memasukkan tongkat ke mulut Husein sambil berkata : “Ini adalah mulut yang bagus!” Melihat hal itu Anas bin Malik berdiri dan berkata : “Demi Allah, sungguh buruk perbuatanmu itu, sungguh aku pernah melihat Rasulullah mencium mulut yang engkau masuki tongkatmu!”

Penduduk Kufah memukuli dada mereka tanda penyesalan

Yang memerintahkan untuk membunuh Husein adalah Ubeidillah bin Ziyad. Namun tidak lama kemudian dia dibunuh oleh al-Muhtar bin Abi Ubeid sebagai pembalasan bagi terbunuhnya Husein. Dan al-Muhtar ini termasuk orang-orang yang mengkhianati Muslim bin Aqil.

Penduduk Kufah membalas pembunuhan Husein ini karena dua hal :

  1. Karena mereka telah mengkhianati Muslim bin Aqil hingga dia terbunuh, tidak ada seorangpun dari penduduk Kufah yang menolongnya, padahal sebelumnya mereka berjanji setia.

  2. Saat Husein telah tiba di Karbala, tidak ada seorangpun dari penduduk Kufah yang menolongnya, kecuali yaitu al-Hur bin Yazid at-Tamimi dan beberapa orang.

Oleh karena itu kita melihat mereka (dalam perayaan hari Asy-Syuura, 10 Muharram) memukul-mukul dada-dada, memukul punggung dengan besi, melukai kepala dengan pedang untuk menghapuskan dosa-dosa (ini menurut keyakinan mereka yang sesat) yang dilakukan oleh nenek moyang mereka yang tidak menolong Husein.18

Pembunuh Husein

Pendapat yang masyhur pembunuh Husein adalah dua orang, yaitu Sanan bin Anas an-Naqa-i, dan Syamr bin Dzi al-Jausyan. Dan yang besar bertanggung jawab adalah Ubeidillah bin Ziyad. Dan mereka itu, yaitu Ubeidillah dan Syamr adalah “Syiah/kelompok” pendukung Ali bin Abi Thalib. Dalam perang ash-Shiffin, Syamr berada di barisan pasukan Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu.

Berbagai pendapat tentang terbunuhnya Husein

  1. Kelompok An-Nashibah19 : Pembunuhan terhadap Husein adalah benar, karena dia telah keluar dari ketaatan Iman dan bermaksud menceraiberaikan kaum muslimin.

Karena Nabi bersabda :

مَنْ جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ عَلىَ رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيْدُ أَنْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوْهُ كَائِنًا مَنْ كَانَ

Barangsiapa datang kepada kalian untuk menceraiberaikan jama’ah kaum muslimin, sedangkan kalian telah memiliki seorang pemimpin maka bunuhlah dia, siapapun dia itu.” (HR Muslim)

  1. Kelompok Syiah : Husein adalah Imam yang wajib ditaati, dan wajib kekuasaan diberikan padanya.

  2. Ahlussunnah wal jama’ah : Husein terbunuh secara terzalimi, dia bukan Imam (Penguasa/khalifah), dan tidak terbunuh dalam keadaan keluar dari ketaatan kepada khalifah karena sebenarnya dia akan pergi ke Syam menemui Yazid dan tercegah hingga terzalimi dan mati syahid, sebagaimana sabda Nabi bahwa Husein adalah penghuni surga :

الحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ

“Hasan dan Husein adalah tokoh pemuda ahli surga”

Shalawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah, keluargan beliau dan para sahabatnya.

1Disusun dari kitab Hikbah minat Tarikh karya Syaikh Utsman bin Muhammad al-Khamis, oleh Abu Hasan Arif.

2Maknanya : Bukanlah termasuk dari ahli sunnah kami atau jalan kami

3Bentuk jamak dari Jaib, yaitu lubang di baju tempat kepala masuk (Lubang krah baju). Hal ini tanda dari kemarahan (tidak ridha dengan takdir Allah).

4Maknanya meratapi mayit.

5Syarah Shahih Muslim

6Disarikan dari KITAB HIKBAH MIN ATH-THARIKH HAL 256

7 kitab al-Qaulul sadid fi sirah al-Husein hal 19

8Inilah pendapat mayoritas ulama. (Tuhfah al-Ikhwazi bi Syarah Jami’ at-Tirmidzi hadis No 3777)

9Maknanya : Keduanya adalah manusia paling utama yang meninggal muda di jalan Allah dari kalangan penghuni surga, atau makna lainnya : Keduanya adalah tokoh penghuni surga selain para Nabi dan empat khalifah setelah Nabi. Karena penghuni surga umurnya sama semuanya yaitu umur muda tidak ada didalamnya yang berumur tua atau usia lanjut. (at-Tuhfah )

10Shahih at-Tirmidzi karya al-Albani hadits No 3768.

11Berdasarkan hukum/nasab adalah keturunan beliau.

12Anak kandung.

13Shahih at-Tirmidzi hadits No 3769

14Shahih at-Tirmidzi hadits No 3770

15Maknanya salah satu umat dari umat-umat dalam kebaikan. (Tuhfah al-Ikhwazi hadits No 3784)

16Shahih at-Tirmidzi Hadits No 3774

17Putra Ali bin Abi Thalib, saudara al-Hasan dan al-Husein beda ibu.

18Pasukan al-Muhtar yang membalas atas kematian Husein merekan menamai diri dengan “Pasukan orang-orang yang bertaubat/Jaysu at-Tawwabin” sebagai pengakuan dari mereka tidak menolong Husein. Dan inilah permulaan munculnya “Syiah” sebagai Madzhab Politik. Adapun “Syiah” sebagai Aqidah dan Fikih munculnya lama setelah hilangnya Dinasti Umayyah.

19Mereka yang memusuhi Ali bin Abi Thalib dan keluarganya.

Tinggalkan komentar