Kitab at-Tauhid


بسم الله الرحمن الرحيم

Kitab attauhid[1]

https://makalahku.wordpress.com/

Firman Allah ta’ala :

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku[2]. (QS Adz-Dzaariyat : 56)

Firman Allah ta’ala :


Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Beribadahlah kepada Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[3] itu[4].”(QS An-Nahl : 36)

Firman Allah ta’ala :

Dan Tuhanmu telah memerintahkan[5] supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.[6] (QS Al-Isra : 23)

Firman Allah ta’ala :

“Beribadahlah kepada Allah dan jangan mempersekutukan-Nya”.(QS an-Nisa : 36)

Firman Allah ta’ala :


ً

Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia.” (QS an-Nisa : 151)

ِ .

Ibnu Mas’ud berkata : “Barangsiapa ingin melihat wasiat Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang terdapat stempelnya hendaknya membaca firman Allah ta’ala : Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia.” Hingga ayat :

“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS al-An’am : 151-153)

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahuanhu ia berkata : “Saya pernah berboncengan dengan Rasulullah di atas keledai, lalu beliau bersabda : Wahai Muadz, apakah engkau mengetahui hak Allah yang wajib ditunaikan hamba-Nya dan apa hak yang diterima hamba dari Allah jika mampu menunaikan kewajiban?” aku menjawab : Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Beliau melanjutkan ucapannya : Hak Allah yang wajib ditunaikan hamba-Nya adalah agar mereka beribadah kepada-Nya tanpa mempersekutukan-Nya, adapun hak yang diterima hamba dari Allah jika mampu menunaikan kewajiban yaitu Dia tidak akan menyiksa mereka yang tidak mempersekutukan-Nya.” Aku berkata : Wahai Rasulullah, bolehkan aku kabarkan berita gembira ini kepada orang-orang?” beliau menjawab : Jangan, karena nanti mereka akan bersandar pada keluasan rahmat Allah dan tidak berbuat amal shalih.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari ayat-ayat dan hadits diatas dapat dipetik beberapa masalah :

  1. Hikmah penciptaan jin dan manusia.[7]
  2. Yang dimaksud ibadah dalam ayat tersebut adalah tauhid, karena permusuhan Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan orang-orang musyrik dalam permasalahan kalimat “laa ilaaha illallah”.
  3. Seorang yang belum mengamalkan dan merealisasikan kalimat laa ilaaha illallah berarti belum beribadah dan menyembah Allah.
  4. Hikmah pengiriman para Rasul, yaitu berdakwah menyeru umat mereka untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang mereka dari beribadah kepada selain-Nya, dan inilah agama para Nabi dan Rasul[8].
  5. Bahwasanya risalah agama Islam adalah untuk semua umat manusia.[9]
  6. Bahwasanya agama para Nabi itu adalah satu.[10]
  7. Suatu permasalahan besar, bahwa ibadah kepada Allah tidak akan terwujudkan kecuali dengan mengingkari at-Thaghut.
  8. Yang dinamakan at-Thaghut adalah segala hal yang disembah selain Allah.
  9. Tiga ayat dalam surat al-an’am diatas sangat diperhatikan para salafus shalih, dan dalam ayat-ayat tersebut terdapat sepuluh wasiat, yang pertama adalah larangan dari berbuat syirik.
  10. Demikian juga dalam surat al-Isra, Allah mewasiatkan awal kali dengan perintah beribadah kepada Allah dan menjauhi kesyirikan.
  11. Allah ta’ala juga memulai perintah untuk beribadah kepada Allah dalam surat an-Nisa ayat 36 ayat yang dinamakan dengan ayat tentang 10 hak.
  12. Memperhatikan isi wasiat Nabi ketika beliau akan meninggal dunia[11].
  13. Mengetahui hak Allah yang wajib kita tunaikan kepada-Nya.[12]
  14. Mengetahui hak hamba yang diberikan Allah jika menunaikannya.[13]
  15. Permasalahan ini tidak diketahui oleh kebanyakan sahabat Nabi.[14]
  16. Diperbolehkan menyembunyikan ilmu untuk maslahah.
  17. Dianjurkan memberi berita gembira kepada seorang muslim dengan berita yang menggembirakannya.[15]
  18. Kekhawatiran dan ketakutan akan sikap bersandar pada rahmat Allah yang luas.
  19. Ucapan seseorang yang ditanya tentang hal yang tidak tahu adalah Allahu wa Rasuluhu ‘Alam.[16]
  20. Diperbolehkan mengkhususkan suatu ilmu kepada seseorang tanpa lainnya.
  21. Sikap rendah hati Nabi, dimana beliau mengendarai keledai berboncengan dengan Muad bin Jabal.
  22. Diperbolehkan berboncengan di kendaraan.
  23. Keutamaan sahabat Muad bin Jabal.
  24. Amat pentingnya permasalahan tauhid ini.


[1] Ini adalah terjemahan Kitab at-Tauhid karya ays-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yang saya terjemahkan untuk pengajian ibu-ibu di lingkungan Perumahan al-Iskan Surabaya hari sabtu 28 Rabiul Awwal 1429/5 april 2008 dengan tambahan catatan kaki sebagai penjelasannya yang terambil dari kitab Fathul Majid Syarah kitab at-Tauhid.. (Pent. Abu Hisyam Arif Sulistiyono,)

[2] Makna ayat ini : Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya Dia tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-Nya.

Ibnu Katsir berkata : Yang dimaksud beribadah kepada-Nya adalah mentaati-Nya dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

[3] Umar bin Khattab radhiyallahuanhu mengatakan : “at-Thaghut adalah Syaitan”.

Jabir radhiyallahuanhu mengatakan : “at-Thaghut adalah para dukun yang mana syaitan turun kepada mereka”.

Adapun Malik mengatakan : “at-Thaghut adalah segala hal yang disembah selain Allah.”

Ibnu al-Qayyim mengatakan : “at-Thaghut adalah segala hal yang diperlakukan melampaui batas, baik itu sesembahan, atau orang yang diikuti atau orang yang ditaati. Maka thaghut suatu kaum adalah orang yang mereka berhukum kepadanya dengan hukum selain Allah dan Rasul-Nya, atau menyembahnya sebagai sesembahan selain Allah, atau mereka mengikutinya tanpa ilmu dari Allah, atau mentaatinya dalam hal yang mereka tidak mengetahui bahwa ketaatan itu kepada Allah.”

[4] Makna ayat ini : Allah memberitahukan bahwa Dia mengirim kepada setiap kelompok manusia seorang Rasul dengan kalimat “Beribadahlah kepada Allah dan jauhilah at-Thaghut”, yaitu beribadahlah kepada Allah saja dan tinggalkanlah beribadah kepada selain-Nya, sebagaimana firman Allah :

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا

“Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.”(QS al-Baqarah : 256)

Dan inilah makna laa ilaaha illallah, sesungguhnya kalimat ini adalah tali yang kokoh.

Ayat dalam surat an-Nahl : 36 menunjukkan hikmah diutusnya para Rasul, yaitu berdakwah kepada umat mereka agar beribadah kepada Allah semata, dan mencegah dari kesyirikan. Dan inilah agama para Nabi dan Rasul sekalipun syariat mereka tidak sama, sebagaimana firman-Nya :

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجاً

“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang”. (QS al-Maidah : 48)

Dan iman itu harus disertai amal baik amalan hati maupun anggota tubuh.

[5] Mujahid berkata kata “Qodho” dalam ayat itu artinya : mewasiatkan.

Adapun Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, kata “Qodho” artinya : memerintahkan.

[6] Makna ayat : supaya kamu jangan menyembah selain Dia artinya hendaklah kalian beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukan-Nya,dan inilah makna kalimat laa ilaaha illallah.

[7] Qs Adz-Dzaariyat 51, yaitu beribadah kepada Allah.

[8] Lihat Fathul Majid hal 45 tahqiq DR al-Walid bin Abdurrahman bin Muhammad al-Farayyan terbit 1424 H.

[9] Sebagaimana firman-Nya dalam surat an-Nahl : 36

[10] idem

[11] Dalam hadits Muad bin Jabal.

[12] Yaitu beribadah kepada-Nya tanpa mempersekutukan-Nya.

[13] Yaitu Allah ta’ala tidak menyiksa mereka yang tidak mempersekutukan-Nya.

[14] Karena Muad bin Jabal diperintahkan Nabi untuk tidak menyampaikan hadits ini kepada orang-orang lantaran kekhawatiran bahwa mereka bersandar dengan hanya keluasan rahmat Allah namun tidak berlomba-lomba beramal, dan Muad tidak menyampaikan hadits ini kecuali ketika akan meninggal dunia lantaran takut dosa menyembunyikan ilmu, berdasarkan hadits Nabi :

لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ مِنْكُمْ الْغَائِبَ

“Hendaklah orang yang hadir menyampaikan hadits kepada yang tidak hadir.”

[15] Sebagaimana ucapan Muad bin Jabal ketika mendengar hadits Nabi, lalu ia berkata : “Bolehkan aku kabarkan berita gembira ini kepada orang-orang?”

[16] Karena Nabi telah wafat maka kita mengucapkan “Allahu ‘alam”, jika ditanya dan tidak mengetahui jawabannya.

Tinggalkan komentar